pict001

Jakarta, 07 November 2016 – Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) mengundang ahli dari Jerman untuk memperkenalkan teknik rumah sakit lapangan kepada daerah-daerah bencana di Indonesia. Rencananya, pensiunan salah satu rumah sakit di Jerman tersebut akan mengunjungi Sinabung, Bali hingga Garut selama sebulan, mulai Jumat (11/11). Sekretaris Jenderal BSMI, Muhammad Rudi, menjelaskan, Dr. Wolfgang Titius, ahli tersebut akan memaparkan seluk beluk untuk pembuatan rumah sakit lapangan sesuai dengan keahlian dia. Menurut Rudi, Titius merupakan seorang dokter bedah yang memiliki pengalaman internasional dalam membuat rumah sakit lapangan dan menangani pengungsi. “Dokter Titius akan membagi ilmunya kepada teman-teman BSMI di daerah dan relawan kemanusiaan lainnya,” kata Rudi saat menyambut Titius di Jakarta, Sabtu (5/11) malam. Dia juga menjelaskan, Titius merupakan salah satu anggota Senior Experten Service (SES). Organisasi nirlaba bentukan pemerintah Jerman ini menampung para pensiunan untuk membagi ilmu dan kepakarannya di berbagai bidang. Tak hanya di dalam Jerman, tetapi juga di luar negeri. Karena itu, kata dia, biaya jasa Titius sepenuhnya ditanggung oleh SES. Sementara BSMI hanya menanggung biaya operasional dan akomodasi selama di Indonesia.

Sementra itu, Titius menjelaskan, dia sudah tertarik dengan dunia kebencanaan sejak 1991. Ketika gempa besar di Iran, Titius pun turut berkontribusi sebagai dokter ahli bedah untuk menangani pasien korban bencana. Ketika itu, dia menjelaskan, ada sekitar seratus ribu pengungsi. Titius juga sempat terbang ke berbagai negara berkonflik untuk membantu pengungsi, seperti Kosovo dan Haiti. Dalam dua tahun terakhir, dia menangani pengungsi di Kazakhtan, Uzbekistan hingga Namibia.

Selama menangani bencana, Titius menjelaskan, dia ikut mengembangkan rumah sakit lapangan baik model kontainer atau model tenda. “Dua-duanya ada kelebihan dan kekurangan,” kata dia di tempat yang sama. Pria asli Bremen ini mencontohkan, untuk rumah sakit kontainer memang dapat menampung alat-alat medis yang canggih untuk bedah dan sebagainya. Namun, rumah sakit lapangan jenis ini sulit untuk dibawa masuk ke daerah bencana. Berbeda dengan rumah sakit tenda yang bisa lebih mudah diangkut. “Hanya rumah sakit tenda berisiko untuk keamanan pasien,” katanya.

Untuk daerah-daerah di Indonesia yang memiliki risiko bencana, Titius merekomendasikan rumah sakit tenda. Menurut dia, banyak daerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Karena itu, rumah sakit tenda lebih mudah untuk diangkut ke daerah terpencil.” Karena mudah untuk di distribusikan.” Katanya.

Meski demikian, dia mengatakan, organisasi kemanusiaan seperti BSMI dan pemerintah, harus memikirkan perawatan yang layak untuk rumah sakit tenda pada masa depan. Ruang Unit Gawat Darurat (UGD) hingga tempat tidur pasien juga harus sesuai standar. Menurut dia, rumah sakit lapangan pun harus memenuhi kriteria seperti adanya laboratorium, ruang anastesi, makanan bagi pasien dan sebagainya. “ini memang kompleks, tapi bisa direncanakan selangkah demi selangkah.” Katanya.

 175 total views,  1 views today