Untuk kesekian kalinya saya kedatangan pasien anak balita. Gadis kecil balita ini, biasanya di antar ibunya, tapi terkadang diantar nenek atau tante/budenya. Pendahuluannya selalu sama, yaitu tidak mau terbuka dalam wawancara pendahuluan dengan bidan. Maunya langsung ketemu saya. Dengan awal yang seperti ini, sudah saya duga arah kasusnya.

Kasus 1.
Gadis kecil itu berusia 5 tahun. Ia tinggal di komplek kontrakan. Beberapa hari sebelumnya ia selalu menolak saat akan diceboki seusai BAK. Umminya curiga. Setelah ditanya dengan pendekatan khusus, barulah buah hatinya mau bercerita. Menurut sang ummi, seorang sopir angkot yang juga tetangganya, telah melakukan pelecehan seksual kepada putrinya tersebut. Akibatnya, terjadi infeksi yang menyebabkan nyeri saat buang air kecil. Bahkan ada setitik darah di celana dalamnya.
Memang kontrakan yang masih 1 blok dengan rumah keluarga tersebut dihuni oleh beberapa orang pengemudi angkot. Sebenarnya juga, sudah diadakan bimbingan ruhani untuk para pengemudi tersebut. Tapi hati orang siapa tahu. Karena seringnya bermain dan berinteraksi, maka si anak mau saja saat sang sopir melakukan niat bejatnya.
Keluarga tidak mau meneruskan masalah ini ke polisi. Tapi mereka minta si pelaku segera meninggalkan kompleks itu. Dan keinginan itu didukung oleh para penghuni kontrakan yang lain.

Kasus 2.
Masih menimpa gadis kecil dengan usia sebaya. Saat saya menanyakan keluhannya, ibunya langsung menjawab , “Pelanggaran pasal UU Perlindungan Anak, dok!”. Wadduuh…!
Rupanya, si ibu sudah membawa kasus pelecehan seksual yang dialami anaknya ke polisi. Pelakunya adalah tetangganya sendiri dan sekarang sudah berada dalam tahanan. Insya Allah dalam waktu dekat akan digelar sidang pengadilannya. Semoga saja kasus ini tidak berakhir dengan “damai”. Para tetangga juga mengkhawatirkan keberaniannya melaporkan kasus ini ke polisi, tapi ia menyatakan, “Saya tidak takut, kok dok”.
Peristiwanya sendiri sudah terjadi lebih dari sebulan yang lalu, dan anaknya pun sudah dinyatakan ‘sembuh’. Tapi, kok masih sering mengeluh gatal? Pada anak yang belum baligh, dimana hormon reproduksi belum bekerja, maka keluhan seringan apa pun sudah seharusnya mendapatkan tanggapan yang serius. Dan ternyata, memang didapatkan tanda infeksi pada kelaminnya.
Kembali ke kasusnya. Seperti yang sudah-sudah pelakunya adalah orang dekat juga, yakni bapak-bapak tetangga sebelah rumah. Rumahnya model kopel, satu dinding dipakai berdua. Kebetulan, anak semata wayangnya itu tergolong ramah dan cepat akrab dengan orang lain. Dari beliau juga saya mendapatkan modus lain yang perlu diwaspadai juga. Caranya, dengan pura-pura mengajari si anak atau membacakan buku. Anak balita dipangku, tangan sebelah membuka buku, mulut mendongeng, tangan sebelahnya lagi bergerilya!

Kasus 3.
Kali ini gadis kecil usia 5 tahun tersebut diantar oleh bibinya, karena ibunya masih syok. Bibinya juga terlihat masih emosional. Rupanya peristiwanya baru terkuak. Kalau kejadiannya sih, kelihatannya sudah beberapa kali. Pelakunya pemuda anaknya tetangga. Saat baru tahu, kontan mereka melabarak ke tetangganya itu. Tetangganya minta maaf dan berupaya damai.
Datang kepada saya, rupanya mau minta pernyataan terkait selaput keperawanan si anak tersebut. Semacam visum, begitulah. Saya tidak memberikan jawaban secara eksplisit karena sesuai prosedur, yang bisa memberikan visum adalah dokter yang bekerja di rumah sakit pemerintah dan pemberian visum hanya atas permintaan tertulis dari polisi.
Seperti kisah sebelumnya, terkuaknya tindakan amoral tersebut juga berawal dari si anak yang selalu menangis saat buang air kecil. Ibunya juga menemukan noda kotor / keputihan pada celana dalam anaknya.
———————————————————————————————–
Kisah di atas hanyalah 3 dari sekian banyak yang saya temui. Kesamaannya, semua dilakukan oleh orang dekat dan sudah dikenal. Baik oleh korban maupun oleh keluarganya. Sehingga, pelajaran yang bisa diambil dan selalu saya nasihatkan kepada ibu yang punya gadis kecil adalah :

1. Yakinkan anak selalu dalam pengawasan orang tua atau orang dewasa
(perempuan) yang bisa dipercaya.
2. Jangan biarkan anak berakrab ria dengan orang laki yang bukan
ayahnya (apa boleh buat, kesannya diskriminatif, tapi begitulah
kenyataannya)
3. Anak harus dibekali dengan kemampuan untuk berkata “TIDAK!”
terhadap orang yang berusaha menyentuh tubuhnya.
4. Anak harus diyakinkan agar ia mau MENOLAK segala macam
pemberian dari orang yang bukan orang tuanya
5. Jangan biarkan anak dengan baju yang memperlihatkan celana
dalamnya. Pakaikan celana panjang untuk anak perempuan. Selain
untuk pencegahan terhadap pelecehan seksual (na’udzubillah!) juga
untuk mencegah infeksi. Terkadang, secara tak sengaja anak
memasukkan sesuatu ke balik celana. Atau, tangan yang habis main
tanah tiba-tiba menggaruk area sensitif tersebut.
6. Ciptakan iklim berkomunikasi yang baik di antara anggota keluarga,
sehingga anak tidak takut / malu untuk menceritakan kejadian2 yang
dialaminya kepada orang tuanya.

Dan, tentu saja penjagaan terbaik adalah dari Allah SWT melalui doa kita, para orang tua.

Sumber : dr.prita.multiply.com

 151 total views,  1 views today